Monday, October 24, 2016

Kisah Senyum Lebar Teroris Bom Thamrin Di Pengadilan Yang "Mendunia"

Kasus terorisme di Indonesia nampaknya sudah sedemikian parah dan fatalnya meracuni generasi muda sehingga fanatisme yang ada tidak lagi bisa mencerna nilai-nilai agama yang benar secara jernih.

Hal ini berakibat nilai-nilai luhur kemuliaan Tuhan ditafsirkan secara serampangan sehingga menyebabkan timbulnya rasa saling membenci dan tiada penyesalan kala berhasil menghilangkan nyawa banyak orang lain.

Hal ini bisa dilihat ketika pada Kamis 20 Oktober 2016 lalu pengadilan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara, kepada seorang anggota teroris ISIS, Dodi Suradi (23 tahun) karena keterlibatannya dalam bom bunuh diri dan serangan bersenjata di Jakarta pada awal tahun 2016 ini.

Suradi Pelaku Bom Thamrin
Suradi tidak menunjukkan penyesalan saat disidang, bahkan ia memamerkan senyum lebarnya kala menjalani sidang

Dodi ditangkap aparat keamanan sehari setelah kejadian serangan bom pada 14 Januari 2016 di Kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat yang menewaskan 8 orang, termasuk 4 orang yang diketahui merupakan anggota militan simpatisan ISIS.

Dari pantauan selama persidangan, Suradi tidak terlihat menunjukan penyesalan sedikit pun ketika menjalani persidangan. Bahkan dengan percaya diri ia mengatakan tidak akan mengajukan banding karena hukumannya adalah "risiko menjadi seorang teroris".
Saat para petugas yang menjaga hendak membawa dirinya keluar dari ruang sidang, Suradi sempat mengucapkan takbir dan memamerkan senyuman lebar kepada para wartawan dan pengunjung sidang.

Hakim Achmad Fauzi yang memimpin persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyebutkan bahwa Suridi melanggar undang-undang anti teror Indonesia, karena memberikan pasokan yang digunakan untuk membuat bom yang dipakai dalam serangan.

Diketahui bahwa Suradi menasbihkan dirinya untuk bersumpah setia (baiat) kepada ISIS pada tahun 2014.

Dalam persidangan ini, Ali Hamka (48 tahun) yang juga merupakan simpatisan ISIS diganjar vonis hukuman 4 tahun penjara karena mencoba mencari senjata dan amunisi bagi para teroris.

Ali Hamka juga diketahui aktif menebarkan ideologi kekerasan dan bahkan mengirimkan putranya ke Poso, Sulawesi Tengah untuk bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso yang tewas ditangan aparat keamanan pada bulan Juli 2016 lalu.
(IB Times)

No comments:

Post a Comment